blog


Memberi

Posted by tole165 | 11:28 AM | 0 comments »

Memberi sesuatu tulus ikhlas adalah bentuk kebaikan yang paling awal, paling mudah dilakukan. Memberi bahkan bisa dilakukan oleh orang yang kejam dan sadis. Seorang pembunuh sekalipun masih bisa memberi suatu kebaikan. Minimal kepada keluarganya sendiri dan kepada teman-temanya. Oleh karena itu, tentu sangat-sangat disayangkan, kalu kita menjadi agak jauh atau tidak senang memberi kebaikan. Karena kalau kita tidak suka memberi, sesungguhnya kita membuang kesempatan terakhir kita untuk menambah kebaikan dalam hidup ini. Kalau memberi itu dijauhi, ini sama seperti kebaikan yang terakhir pun tidak kita punyai, karena memberi adalah bentuk kebakaikan yang paling mudah.Memberi kebaikan berupa materi atau jasa dengan tulus ikhlas adalah pintu munculnya kebajikan yang lain. Ibarat pintu terbuka, maka semua yang berada di dalam ruangan akan tampak dengan jelas dan yang berada di dalam itu akan mempunyai kesempatan untuk muncul ke luar. Tetapi sebaliknya kalu pintu itu tertutup, kitapun sulit melihat yang di dalam, apalagi yang didalam bisa keluar ke depan. Orang yang congkak atau arogan, sombong, akan sulit memberi bantuan dengan tulus ikhlas. Orang yang egois, yang mempunyai keserakahan besar, iri hatinya besar, akan sulit memberi pertolongan. Tetapi, orang yang suka memberikan kebaikan materi ataupun jasa dengan tulus ikhlas akan menjadi rendah hati, tidak sombong, dan siap melakukakan hal-hal baik lainnya. Oleh karena itu, sering dikatakan oleh para bijak bahwa memberi dengan tulus ikhlas itu laksana membuka pintu kebajikan yang akan memberi jalan bagi munculnya sifat- sifat baik yang lain.

Sementara tidak semua orang bisa melakukan kebaikan yang disebut memberi, ada sebagian orang yang mungkin merasa sangat berat untuk memberikan sesuatu dengan tulus ikhlas. Ada orang yang berpandangan bahwa memberi itu berarti berkurangnya kekayaan. Apa yang kita miliki akan menjadi berkurang karena diberikan kepada orang lain. Tetapi, suatu ketika rasa berat untuk memberi ini akan bisa diatasi dan disingkirkan kalau dia mau berjuang.


Seorang kemudian mulai meberi. Memberi membawa kebahagiaan. Dan kebahagian yang diperoleh dengan memberi akan maju sesuai dengan pengertian yang menyertainya pada saat dia memberi. Seseorang yang baru mulai mulai memberi akan merasa bahwa melakukan pemberian itu merupakan perjuangan yang hebat antara ingin memberi dan tidak ingin memberi. Sementara orang akan berpikir, “ Kalau saya memberikan barang atau uang ini, lalu bagai mana kalau saya sendiri membutuhkannya nanti?.”

Kalau latihan atau niat memberinya meningkat, yang semula mereka berhitung didalam memberikan suatu pertolongan, sekarang dia memberi dengan satu langkah yang lebih baik. Tetapi, dia masih berhitung dengan tujuan yang lebih halus. “ Ya, dengan memberikan bantuan ini, mudah-mudahan citra saya naik ditengah-tengah masyarakat.”


Tetapi, akan naik setingkat lagi, bila dia tidak lagi memberi pertolongan dengan tujuan supaya dikenal orang, tidak lagi memberi supaya menjadi terpandang di masyarakat. Tetapi, dia memberi dengan tujuan yang lebih jauh. Dia memberi kebaikan agar hidupnya tidak kekurangan, supaya ekonominya tidak hancur, dan semoga sesudah kematian, dia bisa masuk surga.

Semua ini menunjukkan pengertian yang maju, pengertian yang meningkat dari masing-masing orang yang ingin memberi. Akhirnya orang akan sampai pada suatu pemikiran puncak. Seseorang memberi kebaikan kepada orang lain dengan pikiran, “ Saya memberi agar saya bisa membebaskan diri saya dari keterikatan.” Dia memberi dengan tidak lagi menghitung-hitung untung rugi. Dia memberi dengan tidak mempersolkan apa yang akan dia capai.

Memberi kebaikan kepada siapapun, dengan tujuan untuk mengurangi keterikatan terhadap banyak hal, akan memberikan dampak kejiwaan: kerelaan. Kalau nanti alam sudah menuntut kita untuk harus melepaskan semuanya, yaitu pada saat kematian tiba, kita sudah siap melepaskan segalanya. Karena kita sudah terlatih melepas dengan prilaku memberikan kebajikan kepada siapapun yang memerlukan bantuan. Kita berlatih untuk tidak mempunyai nafsu kemilikan yang sangat besar.


Kalau seseorang tidak mau berlatih melepas, hanya ingin mengumpulkan dan mengumpulkan terus, nanti kalau punya masalah, dia pun akan sulit melepaskan masalah itu. Bangun tidur, mau tidur, berhari-hari teringat terus masalah yang mungkin saja hanya sepele. Dia tersiksa! Mengapa demikian? Karena tidak pernah melatih diri untuk melepaskan sesuatu dengan memberi bantuan kepada mereka yang menderita. Oleh karenanya, kalau nanti dipaksa oleh alam untuk melepaskan semuanya pada saat kematian menjemput, dia sulit sekali mempunyai pemikiran untuk melepaskan semuanya, sulit menerima kematian.


Secara akal kita mengerti bahwa semuanya akan berubah, tetapi kenyataan tidak semudah itu. Nafsu kemelekatan terhadap milik kita tidak bisa hancur hanya dilawan oleh akal. Nafsu kemelekatan harus di lawan dengan latihan memperkuat kesadaran, dengan berbuat berbagai kebaikan dengan memberikan bantuan kepada mereka yang perlu dibantu. Barulah, nafsu kemelekatan itu bisa dilawan.



0 comments

Dictionary