blog


Ketika Lapang Dan Sempit

Posted by tole165 | 7:29 PM | 0 comments »

SYUKUR DAN SABAR

Ketika seseorang diposisikan Allah ke dalam qabd (sempit), ia ingin segera hijrah ke posisi bast (lapang). Betapa pun besarnya keinginan orang itu, tetapi jika suratan takdir Ilahi belum saatnya, ia akan tetap berada dalam kesempitan. Mungkin ia meronta untuk memenuhi keinginannya (hijrah dari gelap ke terang), ia makin merasakan "kesakitan" yang luar biasa. Bagaimana mungkin di waktu malam yang pekat seseorang berusha mencari sinar matahari?.Itulah sebabnya, ulama kenamaan Syekh Atha'illaha Asy-Syakandari dalam kita Hikam menerangkan bahwa dalam keadaan qabd seperti itu, seseorang hendaknya menenangkan diri dan bersabar menunggu datangnya fajar. Dikegelapan malam, janganlah berharap mencari terangnya sinar matahari, tetapi hendaknya menikmati keadaan malam yang sesungguhnya tidak kalah dengan siang hari.
Para ulama tabi'in dahulu terinspirasi dari QS Ali Imran : 190, " Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal". Kemudian menafsirkan malam sebagai qabd (sempit) dan siang adalah bast (lapang). Allah telah merumuskan terjadinya silih bergantinya malam dan siang (begitu juga sebaliknya), dengan demikian dua keadaan qabd dan bast tersebut merupakan keniscayaan. Artinya, bagamana sikap seseorang menghadapi situasi yang Allah SWT.
Para ulama tabi'in banyak yang menggali dua potensi tadi, yakni malam (qabd) dan siang (bast). Kesimpulan para ulama menyatakan bahwa keduanya memiliki potensi yang seimbang, baik kelebihannya maupun kelemahannya.
Pada siang hari, seseorang dapat menikmati indah dan terangnya sinar matahari. Orang-orang terlihat bekerja menjemput bola dan meraup rezeki Allah yang sebesar-besarnya. Merekapun sangat mudah mencari kedudukan hingga terkenal dan memiliki harta berlimpah. Namun dalam kondisi bast seperti itu, betapa banyak para "pejabat karbitan" yang digiring masuk bui lantaran menikmati uang hasil korupsi. Bahkan, betapa banyak artis yang tidak lagi mempertimbangkan akhlak dan moral ketika unjuk gigi dalam sinetron.
Sebaliknya, jika seseorang berada di malam hari, ia pun dapat menikmati keindahan malam, seperti indahnya bulan dan bintang-gemintang yang bertaburan di langit, suasana romantis dan kemesraan bagi suami istri, mendengarkan indahnya suara alam dari jangkrik dan kokok ayam, serta kenikmatan tafakurnya malam dalam sembahyang. Meskipun demikian, dalam keadaan qabd juga tidak terlepas dari marabahaya yang mengancamnya. Bagi orang-orang yang tidak kuat imannya banyak yang akhirnya terjerumus ke dalam kekufuran. Begitu pula banyak rencana kejahatan dan kemungkaran yang dirancang pada malam hari.
Rasulullah saw. bersabda bahwa syukur dan sabar itu separuh ibadah. Artinya, jika seseorang sudah menerapkan syukur dan sabar dalam kehidupan sehari-hari, sempurnalah ibadahnya. Jadi, keadaan bast adalah pengejawantahan dari syukur, sedangkan qabd indentik dengan kesabaran.
Allah juga menempatkan para Nabi dan Rasul-Nya ke dalam posisi bast dan qabd. Nabi Sulaiman a.s. yang telah dikarunia beragam keistimewaan dan kelebihan, juga mengajari bagai mana cara bersyukur yang baik. Tapi sayangnya, kaum muslimin merasa enggan mengikuti Nabi Muhammad saw. yang berdoa, " Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai seorang miskin, Matikanlah aku sebagai seorang miskin, dan bangkitkanlah aku kelak dalam kelompok orang-orang miskin."(Shahih Al-Jami'Ash-Shaghir).
Miskin dalam hadist Nabi saw. diatas bukan dimaksudkan seorang fakir yang sangat membutuhkan bantuan orang lain sebab Rasulullah telah berlindung kepada Allah dari kekafiran. Disamping itu, Allah memang menunjukan karunia-Nya kepada Nabi saw. dengan memberinya ghina (kecukupan atau kekayaan) dalam QS Adh-Dhuha:8, " Dan Dia(Allah) mendapati engkau dalam keadaan serba kekurangan maka diberi-Nya engkau ghina."
Miskin dalam hadist Nabi saw. diatas, menurut Dr.Yusuf Qardhawi (bagaimana memahami hadist nabi saw.) adalah sikap tawaduk dan rendah hati.


Baca Selengkapnya >>>>

Menghadapi Dunia

Posted by tole165 | 11:40 AM | 1 comments »

Semua orang terkena kondisi duniawi karena kita hidup di dunia ini. Kalau dirinci ada delapan macam atau empat pasang kondisi duniawi, yaitu : Suka dan duka, untung dan rugi, dipuji dan dihina, terkenal dan tersisih. Delapan macam kondisi duniawi atau empat pasang kondisi duniawi yang saling bertentangan ini, akan datang kepada kita silih berganti, tidak hanya sekali-sekali saja, tetapi terus menerus.Tidak ada pengecualian, delapan kondisi ini akan terjadi pada semua orang. Beragama apa pun, dari negara manapun, yang kaya, yang miskin, yang berperangai buruk, orang-orangt baik, karyawan atau atasan, pedagang atau pekerja sosial, termasuk para nabi, atau umat biasa, tanpa kecuali. Delapan kondisi ini pasti datang.

Hanya saja, ada beda yang amat besar antara orang biasa dibandingkan dengan orang yang telah maju bathinnya. Bedanya terletak pada cara menghadapinya. itu lah yang membedakan antara orang yang dewasa mentalnya dan orang yang tidak mau belajar. Delapan kondisi ini sama-sama datang, tetapi cara menghadapinya berbeda. Seseorang bisa menghadapi dengan bijak, dengan sikap yang tepat dan benar, tetapi yang lain akan menghadapi dengan sikap salah.

Kalaupun menghadapi dengan sikap salah, delapan kondisi duniawi iyu akan mengombang-ambingkan hidupnya, menghacurkan hidupnya. Waktu menderita, dia sangat menderita, waktu bahagia, dia juga menjadi rusak. Waktu dihujat, dia sangat membenci pada yang menghujat, waktu disanjung, dia menjadi sombong. Kalau sedang rugi, maka dunia seperti kiamat, kalu sedang untung, dia menjadi congkak, keserakahan timbul lebih besar. Betapa rapuhnya mental seperti ini.

Karena itulah perlu ada latihan mental, supaya kalu delapan kondisi ini datang, kita tidak seperti diombang ambingkan, tidak punya arah. meskipun mengalami delapan kondisi duniawi itu, pikiran ini harus tetap teguh.



Baca Selengkapnya >>>>

Umur Kita

Posted by tole165 | 11:38 AM | 0 comments »

Kalau kita tidur jam 10 malam dan bangun jam 4 pagi kita tidur selama 6 jam. Satu hari ada 24 jam dan 25% dari 24 jam itu kita pergunakan untuk tidur. Jadi, kalau sekarang umur kita 20 tahun, nanti seandainya kita meninggal 60 tahun; kita mempunyai sisa hidup 40 tahun. Dari sisa umur 40 tahun itu, 10 tahun kita gunakan untuk tidur, 30 tahun kita gunakan untuk melakukan sesuatu. Dan berapakah 30 tahun itu? 30 tahun itu kurang lebih 10 ribu hari. Jadi, kalau sekarang umur anda 20 tahun dan nanti seandainya pada umur 60 tahun baru meninggal, kesempatan Anda untuk melakukan sesuatu tinggal 10 ribu hari lagi, dan 10 ribu itu hanyalah 1000 kali 10. Tidak banyak.Itu kalau anda meninggal pada umur 60 tahun, kalu anda meninggal seminggu lagi bagaimana? Perhitungan diatas itu, kalau yang umurnya sekarang ini 20 tahun; yang sudah berunur 50 tahun bagaimana? Tinggal hitung saja. Hidupnya masih 10 tahun lagi 2 1/2 tahun untuk tidur. Sisanya 7 1/2 tahun. 7 1/2 setengah tahun itu berapa hari? 7 1/2 tahun itu kurang lebih 3 ribu hari saja.

Kematian memang menakutkan karena kematian itu dipandang sebagai perubahan yang fatal. Tetapi sebaliknya, orang modern kalau sudah buntu, tidak mempunyai lagi jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan, maka kematian dipandang sebagai sahabat. Bunuh diri menjadi jalan satu satunya karena menganggap bahwa kematian itu adalah selesainya kehidupan ini. Kami yakin, tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kalau mati itu habis. Kematian sesungguhnya hanyalah salah satu dari fenomena perubahan. Kehidupan masih berlangsung terus dalam bentuknya yang lain. Mengapa takut menghadapi kematian? tetapi memang, bukan berarti kita harus berani mati. Hadapilah kematian sebagai sesuatu yang wajar. Tidak perlu berani mati. Tetapi, tidak bijaksana juga untuk takut mati. Mati hanyalah perubahan dalam proses kehidupan ini.

Hidup kita singkat. Dan kematian bisa datang setiap saat. Tidak ada tawar menawar dengan kematian. Kehidupan ini berjalan terus. Kehidupan tidak akan menunggu kita sadar. Kalau kehidupan itu sudah terhenti, itulah kematian. Apa yang ada dibalik kematian, kita masih samar-samar. Kemana sesudah kematian, sekarang kita juga tidak tahu. Tetapi, kematian itu adalah sesuatu yang pasti.

Oleh karena itu, marilah kita menggunakan kematian yang pasti akan terjadi itu untuk memotivasi mental kita. Bukan membiarkan begitu saja saat kematian yang pasti datang, hingga membuat mental kita kecut, takut, kemudian tidak bersemangat, menunggu tua, menghitung hari, tetapi gunakanlah bayang-bayang kematian untuk memotivasi mental kita.



Baca Selengkapnya >>>>

Kasih Sayang

Posted by tole165 | 11:34 AM | 0 comments »

Apakah bisa seorang korban perkosaan, atau korban penjarahan, yang rumahnya dibakar, mendoakan pembakarnya atau orang yang menyakitinya? Apakah bisa dia memberikan cinta kasihnya?. Kalu kita bicara teori, seharusnya memang begitu. Agama manapun mengajarkan, balaslah mereka yang melakukan kekerasan dengan kebaikan. Memang seharusnya kita mendoakan, seharusnya kita cinta kasih, seharusnya memaafkan, seharusnya tidak boleh marah, seharusnya tidak emosi. Seharusnya, menurut agama, kita semua ini menjadi orang saleh! Seharusnya.Tetapi, kita juga harus melihat bagaimana kenyataan. Kenyataan, kita bukan orang saleh. Kita sulit sekali mempunyai pikiran yang penuh cinta kasih kepada orang yang memusuhi kita, yang mengganggu, yang ingin membunuh kita.

Kami ingin memberi contoh. Cobalah anda melihat seorang pencuri yang dengan cerdik mencuri barang-barang anda atau merampas milik anda. Kalau boleh kami bertanya kepada pencuri itu, " Hai Saudara, bukankah engkau mencuri, melakukan perbuatan buruk?"

" Ya, saya tahu apa yang saya lakukan ini sesuatu yang tidak baik."
" Mengapa engkau melakukannya?"
" Saya mencuri karena saya ingin mengurangi penderitaan saya."

Kami percaya, tidak ada orang yang mencuri karena ingin menambah penderitaan. Tidak ada pencuri yang mencuri karena ingin tertangkap, kemudian dipukuli beramai-ramai, lalu dijebloskan kedalam penjara. Sekalipun dia mencuri, itu karena dia juga ingin : MENGURANGI PENDERITAAN, INGIN BAHAGIA. Memang cara untuk meraih kebahagiaan yang ditempuh adalah cara yang salah, karena cara yang dia tempuh justru sebenarnya malah akan mengakibatkan dirinya menderita dan membuat kesulitan bagi orang lain. Meski berakibat demikian, tujuan dia mencuri adalah karena dia ingin bahagia. Tidak ada pencuri yang mencuri untuk mencari kesengsaraan.

Sebagai sesama manusia, kita semua menginginkan kebahagiaan. Kalau kita mau merenungkan dengan jujur apa yang telah kami uraikan diatas, maka akan tibul rasa kasihan, kasih sayang yang alami, kasih sayang yang wajar terhadap mereka yang berbuat kejahatan untuk mengurangi penderitaan, untuk mencari kebahagiaan. Bukan kebencian yang harus dialamatkan kepada mereka yang salah jalan itu. Kasih sayang itu akan tumbuh dari dalam diri kita setiap saat kita melihat atau bertemu dengan orang yang sakit, fisik maupun mentalnya, yang menderita. Kasih sayang itu tidak dibuat-buat, tidak dipaksa-paksakan; tetapi kasih sayang yang alami. Kasih sayang alami itu timbul karena kita menyadari bahwa siapapun adalah sesama manusia, sama seperti kita, sama seperti anda, sama seperti saya, yang sama sama juga menginginkan kebahagiaan, tidak ingin hidup menderita. Karena itu, meskipun mengetahui mereka mencari kebahagiaan dengan cara yang salah, bukan kebencian yang timbul dalam diri kita, tetapi justru rasa kasihan, kasih sayang.

Semua agama, semua kepercayaan mengajarkan cinta kasih: " Janganlah engkau membenci, janganlah engkau memusuhi orang lain, karena mereka juga manusia seperti engkau, meskipun mereka membencimu, memusuhimu, janganlah engkau marah pada mereka."

Kita adalah sesama manusia yang memang tidak sama, tetapi tidak sepenuhnya berbeda. Kita semua adalah manusia. Seperti juga kita, mereka pun menginginkan kebahagiaan. Dengan menyadari ini, maka akan timbul kasih sayang yang sejati. Kasih sayang yang bukan kita jalankan karena semata-mata takut pada agama, kasih sayang yang tidak dipaksakan karena itu sudah perintah agama, tetapi kasih sayang yang yang muncul dari yang MAHA PENGASIH , PENYAYANG dan telah ada dalam diri kita semua.


Baca Selengkapnya >>>>

Membahagiakan Orang Lain

Posted by tole165 | 11:31 AM | 0 comments »

Ada seorang pemuda terkena penyakit yang mengharuskan usus kecilnya dipotong sepanjang satu meter. Setelah operasi dilakukan, ternyata penyakit yang dideritanya tidak juga hilang. Operasi itu dilakukan sekedar membuang bagian ususnya yang sudah rusak. Selama proses penyembuhan dari operasi, pemuda itu harus berpuasa selama sepuluh hari. Tidak makan dan tidak minum. Dia mendapatkan cairan tubuhnya dari infus. Sesudah itu barulah dia bisa menerima minuman dan setelah beberapa hari kemudian mulai bisa makan makanan cair.Selama berpuasa setelah operasi, saat masih terbaring dirumah sakit, istrinya menghubungi kami dan menceritakn keadaan suaminya. Lewat istrinya kami menganjurkan agar pemuda itu mengembangkan pikiran yang penuh cinta kasih.

Setelah keluar dari rumah sakit, pemuda itu datang menemui kami. Dia mengatakan bahwa saat terbaring di rumah sakit--saat merasakan kesakitan yang besar dan merasa sedih karena ternyata penyakitnya tidak bisa disembuhkan--sulit bagi dirinya untuk mengembangkan pikiran penuh cinta kasih. Dia berkata, " Saya sendiri sangat membutuhkan pertolongan. Keadaan saya sangat buruk. Bagaimana mungkin saya bisa mengembangkan pikiran cinta kasih? Bukankah saya sendiri yang sebenarnya harus dikasihani?"

Kami berkata, " Sejak anda mulai memikirkan diri sendiri, sejak anda mulai menuntut, maka pada sat itulah anda mulai merasa menderita. Sebaliknya, sejak anda mulai memikirkan orang lain, mengharapkan orang lain bahagia, justru pada saat itulah anda mulai merasa bahagia. Dengan mengembangkan pikiran penuh cinta kasih, kamu berharap semoga penderitaan yang anda rasakan bisa berkurang.

Pemuda pemudi ketika masih berpacaran, mereka sangat memperhatikan pasangannya. Mereka berusaha saling membahagiakan pasangannya. Oleh karena ingin membahagiakan pasangannya, perasaan meraka dipenuhi kebahagiaan. Tetapi setelah menikah, biasanya mereka mulai banyak berharap kepada pasangannya. Meraka meminta pasangannya untuk ini dan itu, menuntut pasangannya untuk bersikap begini dan begitu. Ketika mereka mulai memikirkan diri sendiri dan mulai banyak menuntut, pada saat itulah penderitaan mulai datang.

Penderitaan datang saat kita menuntut orang lain untuk membahagiakan kita. Sebaliknya, kebahagiaan datang justru saat kita ingin membahagiakan orang lain.


Baca Selengkapnya >>>>

Memberi

Posted by tole165 | 11:28 AM | 0 comments »

Memberi sesuatu tulus ikhlas adalah bentuk kebaikan yang paling awal, paling mudah dilakukan. Memberi bahkan bisa dilakukan oleh orang yang kejam dan sadis. Seorang pembunuh sekalipun masih bisa memberi suatu kebaikan. Minimal kepada keluarganya sendiri dan kepada teman-temanya. Oleh karena itu, tentu sangat-sangat disayangkan, kalu kita menjadi agak jauh atau tidak senang memberi kebaikan. Karena kalau kita tidak suka memberi, sesungguhnya kita membuang kesempatan terakhir kita untuk menambah kebaikan dalam hidup ini. Kalau memberi itu dijauhi, ini sama seperti kebaikan yang terakhir pun tidak kita punyai, karena memberi adalah bentuk kebakaikan yang paling mudah.Memberi kebaikan berupa materi atau jasa dengan tulus ikhlas adalah pintu munculnya kebajikan yang lain. Ibarat pintu terbuka, maka semua yang berada di dalam ruangan akan tampak dengan jelas dan yang berada di dalam itu akan mempunyai kesempatan untuk muncul ke luar. Tetapi sebaliknya kalu pintu itu tertutup, kitapun sulit melihat yang di dalam, apalagi yang didalam bisa keluar ke depan. Orang yang congkak atau arogan, sombong, akan sulit memberi bantuan dengan tulus ikhlas. Orang yang egois, yang mempunyai keserakahan besar, iri hatinya besar, akan sulit memberi pertolongan. Tetapi, orang yang suka memberikan kebaikan materi ataupun jasa dengan tulus ikhlas akan menjadi rendah hati, tidak sombong, dan siap melakukakan hal-hal baik lainnya. Oleh karena itu, sering dikatakan oleh para bijak bahwa memberi dengan tulus ikhlas itu laksana membuka pintu kebajikan yang akan memberi jalan bagi munculnya sifat- sifat baik yang lain.

Sementara tidak semua orang bisa melakukan kebaikan yang disebut memberi, ada sebagian orang yang mungkin merasa sangat berat untuk memberikan sesuatu dengan tulus ikhlas. Ada orang yang berpandangan bahwa memberi itu berarti berkurangnya kekayaan. Apa yang kita miliki akan menjadi berkurang karena diberikan kepada orang lain. Tetapi, suatu ketika rasa berat untuk memberi ini akan bisa diatasi dan disingkirkan kalau dia mau berjuang.


Seorang kemudian mulai meberi. Memberi membawa kebahagiaan. Dan kebahagian yang diperoleh dengan memberi akan maju sesuai dengan pengertian yang menyertainya pada saat dia memberi. Seseorang yang baru mulai mulai memberi akan merasa bahwa melakukan pemberian itu merupakan perjuangan yang hebat antara ingin memberi dan tidak ingin memberi. Sementara orang akan berpikir, “ Kalau saya memberikan barang atau uang ini, lalu bagai mana kalau saya sendiri membutuhkannya nanti?.”

Kalau latihan atau niat memberinya meningkat, yang semula mereka berhitung didalam memberikan suatu pertolongan, sekarang dia memberi dengan satu langkah yang lebih baik. Tetapi, dia masih berhitung dengan tujuan yang lebih halus. “ Ya, dengan memberikan bantuan ini, mudah-mudahan citra saya naik ditengah-tengah masyarakat.”


Tetapi, akan naik setingkat lagi, bila dia tidak lagi memberi pertolongan dengan tujuan supaya dikenal orang, tidak lagi memberi supaya menjadi terpandang di masyarakat. Tetapi, dia memberi dengan tujuan yang lebih jauh. Dia memberi kebaikan agar hidupnya tidak kekurangan, supaya ekonominya tidak hancur, dan semoga sesudah kematian, dia bisa masuk surga.

Semua ini menunjukkan pengertian yang maju, pengertian yang meningkat dari masing-masing orang yang ingin memberi. Akhirnya orang akan sampai pada suatu pemikiran puncak. Seseorang memberi kebaikan kepada orang lain dengan pikiran, “ Saya memberi agar saya bisa membebaskan diri saya dari keterikatan.” Dia memberi dengan tidak lagi menghitung-hitung untung rugi. Dia memberi dengan tidak mempersolkan apa yang akan dia capai.

Memberi kebaikan kepada siapapun, dengan tujuan untuk mengurangi keterikatan terhadap banyak hal, akan memberikan dampak kejiwaan: kerelaan. Kalau nanti alam sudah menuntut kita untuk harus melepaskan semuanya, yaitu pada saat kematian tiba, kita sudah siap melepaskan segalanya. Karena kita sudah terlatih melepas dengan prilaku memberikan kebajikan kepada siapapun yang memerlukan bantuan. Kita berlatih untuk tidak mempunyai nafsu kemilikan yang sangat besar.


Kalau seseorang tidak mau berlatih melepas, hanya ingin mengumpulkan dan mengumpulkan terus, nanti kalau punya masalah, dia pun akan sulit melepaskan masalah itu. Bangun tidur, mau tidur, berhari-hari teringat terus masalah yang mungkin saja hanya sepele. Dia tersiksa! Mengapa demikian? Karena tidak pernah melatih diri untuk melepaskan sesuatu dengan memberi bantuan kepada mereka yang menderita. Oleh karenanya, kalau nanti dipaksa oleh alam untuk melepaskan semuanya pada saat kematian menjemput, dia sulit sekali mempunyai pemikiran untuk melepaskan semuanya, sulit menerima kematian.


Secara akal kita mengerti bahwa semuanya akan berubah, tetapi kenyataan tidak semudah itu. Nafsu kemelekatan terhadap milik kita tidak bisa hancur hanya dilawan oleh akal. Nafsu kemelekatan harus di lawan dengan latihan memperkuat kesadaran, dengan berbuat berbagai kebaikan dengan memberikan bantuan kepada mereka yang perlu dibantu. Barulah, nafsu kemelekatan itu bisa dilawan.



Baca Selengkapnya >>>>

Dictionary